Andalusia adalah sebuah nama daerah di Spanyol dimana peradaban Islam pernah berkilau dan sangat maju selama 8 abad lamanya. Ilmu pengetahuan teknologi sangat berkembang pesat di sana dan melahirkan ilmuan seperti Ibnu Sina dalam bidang kedokteran, Ibnu Kaldun dalam bidang sosiologi dan Al-Farabi dalam bidang filsafat.
Kemakmuran peradaban tersebut, juga ditandai dengan damainya umat Muslim, Nasrani dan Yahudi hidup berdampingan di sana.
Ketertinggalan kini
Saya menjadi teringat kembali pelajaran sejarah mengenai islamic golden age, setelah membaca bagian pengantar buku Muhammad sebagai Pedagang karya Ippho Santosa yang beberapa minggu lalu saya beli di Gramedia.
Bagian pengantar itu menyajikan fakta yang menarik dan membuat saya kembali tersadar bahwa kini kejayaan Andalusia tinggal cerita peradaban yang menarik. Tak kalah menariknya ketika mengikuti perkembangan pusat peradaban sekarang.
Selama kurang lebih dalam kurun waktu 1000 tahun terakhir, dibanyak bidang seperti politik, budaya sain dan ekonomi, umat Muslim jauh tertinggal dibandingkan dengan umat yang lainnya. Tertinggal bukan main!
Hampir semua negara mayoritas Muslim yang maju disebabkan oleh sumber daya alamnya, seperti minyak, bukan disebabkan oleh sumber daya manusianya. Dari 56 negara mayoritas muslim, masing-masing memiliki rata-rata 10 universitas, yang berarti total lebih-kurang 600 universitas untuk 1,6 miliar penduduknya. Berbeda dengan India yang mempunyai 8.407 universitas dan Amerika Serikat yang punya 5.758 universitas.[1]
Dari 1,6 miliar umat Muslim di seluruh dunia, hanya menghasilkan 10 orang penerima nobel; 2 orang yang meraih Sastra, 1 orang yang meraih Kimia, 1 orang yang meraih Fisika, 6 orang yang meraih Perdamaian. Sedangkan bangsa Yahudi yang berjumlah hanya 13 juta di seluruh dunia, dapat menghasilkan 178 orang penerima hadiah nobel; 13 orang yang meraih Sastra, 30 orang yang meraih Kimia, 53 orang yang meraih Fisiologi atau Kedokteran, 49 orang yang meraih Fisika, 9 orang yang meraih Perdamaian, 24 orang yang meraih Ekonomi. [2]
Kondisi umat Muslim di Indonesia juga tak jauh berbeda dengan kondisi di atas, hingga kini masih banyak umat muslim yang termasuk kelompok yang marginal. Terutama di bidang ekonomi.
Masih adakah cahaya kebangkitan?
Cahaya itu ada. Sumber: thelegacyletters.com |
Sebagai sebuah konsep, Islam adalah sistem yang universal yang mengatur segala aspek tatanan kehidupan umat manusia, baik yang berkenaan dengan akidah, ‘ubudiyah dan akhlak, maupun yang berkaitan dengan muamalah, sosial kemasyarakat, ekonomi, Iptek, pendidikan dan sebagainya.[3]
Sebagai bagian dari kemunduran ini, saya sadar bahwa saya jauh dari Islam. Saya berislam dan saya menjalankan rukunnya. Tapi mungkin belum kaffah, belum menyeluruh.
Tidak usahlah terlalu disibukkan dengan perbedaan antar sesama muslim, tidak usahlah kita menggungjing dan membenci umat lain. Ilmu adalah kunci untuk mengembalikan lagi kejayaan itu, saya harus turut menjadi bagian dari umat yang berilmu, Insha Allah.
Sudah adakah cahaya kebangkitan? Tentu saja. Saya turut bergembira dengan hadirnya banyak Muslim muda di Indonesia yang berkarya pada berbagai bidang. Seperti Pak Syafii Antonio, yang fokus di bidang ekonomi syariah dan Pak Habbiburrahman El-Shirazy di bidang sastra. Cahaya itu adalah hal yang harus diperjuangkan. Perjuangan ibarat mengembalikan kejayaan Andalusia di bumi Indonesia. Orang-orang Timur Tengah menyebut Indonesia dengan sebutan Andonesia. Selisih 3 huruf dengan Andalusia. Orang Timur Tengah percaya Indonesia adalah Andalusia masa depan. Amin.
[1] Bab pengantar Muhammad sebagai Pedagang, Ippho Santosa & Tim Khalifah
[2] Daftar Pemenang Hadiah Nobel Muslim VS Yahudi
[3] Indonesia, Islam dan Kebangkitan
Sumber foto thumbnail: Costamedi.com
No comments :
Post a Comment