Sunday, July 27, 2014

Kuliah Sambil Kerja? Sakitnya tuh di sini!


Selulus SMP, saya mantap memutuskan untuk sekoah di SMK, karena saya harus punya keahlian setelahnya. Soalnya saya ga yakin saya bakal bisa kuliah. Dan ternyata bersekolah di SMK adalah pilihan tepat! Saya gagal dapet beasiswa untuk kuliah dan memutuskan langsung bekerja.

Pekerjaan pertama saya adalah sebagai web developer di sebuah perusahaan yang fokus memberikan solusi untuk micro banking seperti Bank Perkereditan Rakyat (BPR), Koperasi dan Baitul Mal Wa Tamwil (BMT). Wah saya senengnya bukan main bisa kerja di sana, karena menjadi web developer adalah salah satu cita-cita saya waktu itu. Saya ngerasa waktu begitu cepat berlalu di sana, saya tidak menyia-nyiakan waktu luang saya untuk tidak belajar. Setahun kerja, saya memutuskan untuk kuliah setelah pulang kerja. Kuliah di mana? BSI aja! #eahh

Saya Menemukan Semangat Itu!
Awalnya saya pikir kelas karyawan bakal males-malesan dan ga akan banyak persaingan. Ternyata saya salah! Saya temui banyak sekali teman-teman yang bersemangat untuk berkuliah meskipun siangnya mereka cape bekerja di toko, di mall dan bahkan ada yang di pabrik. Saya melihat mata-mata berbinar yang mantap untuk berjuang demi nasib yang lebih baik, dengan jalan yang mereka yakini. Yaitu lewat pendidikan!

Melihat teman-teman seperti itu, saya semakin bersyukur dengan apa yang saya dapet. Saya waktu itu kerjanya di tempat yang enak dan dengan gaji yang gede. Alhasil, saya juga jadi lebih serius kuliahnya dan kasih yang terbaik.

Kelas Karyawan Bisa Ngeksis?
Suasana di kelas juga rame kaya gini. Tapi ga sebanyak ini sih. Sumber: trbimg.com

Siangnya kuliah, malamnya kerja? Sudah cukup? Ya, sudah cukup sih capenya. Setelah pulang kuliah pun masih harus mikirin tugas-tugas untuk jadwal besok dan bikin plan untuk kerjaan besok. Kadang kalo lagi dikejar-kejar sama atasan, agak kepaksa harus ngoding tengah malam.

Meskipun keseharian sudah sibuk, tapi saya ga ragu untuk coba ini itu. Ikutan seminar, workshop dan coba apply program menarik seperti Google Student Ambassador (GSA). Setelah kepilih jadi GSA, saya semakin kenal banyak orang di kampus, mulai dari mahasiswa pagi, staff kampus sampe para petinggi kampus. Saya waktu itu menginisiasi berbagai program yang mungkin belum pernah dibikin sama mahasiswa kelas karyawan. Seneng lah! Saya buktikan bahwa kelas karyawan juga tetep bisa ngeksis.

Manajemen Waktu Adalah Musuh!
Di BSI, kelas karyawan sama kelas reguler tuh ga ada bedanya dari segi tugas. Sama-sama numpuk tugas. Jadi harus bagi-bagi waktu dengan sangat baik. Saya jarang tuh sia-siakan waktu hanya untuk nongkrong-ngongkrong ga jelas sepulang kuliah. Saya biasanya langsung pulang karena sepulang kuliah, masih banyak yang harus dikerjakan.

Karena dihari kerja lumayan sibuk, saya biasanya gunakan sabtu dan minggu untuk ngerjain tugas kampus. Ya ga usah serius banget, bisa sambil nonton sinetron atau sambil ngobrol-ngobrol sama keluarga.

Setelah mutasi ngampus di Jakarta. Jujur manajemen waktunya sangat kurang. Pertama mungkin karena banyak hal yang saya harus menyesuaikan diri, seperti jam kerja dan transportasi. Alhasil, semester 4 ini saya dapet her 2 mata kuliah sekaligus. Rekor saya selama sejarah perkampusan. Manajemen waktu memang musuh terbesar yang harus dikalahkan!

Kerja? Kuliah? Mana Lebih Penting?
Kuliah kadang kepikiran kerja. Kerja kadang kepikiran kuliah. Dua-dua nya penting sih. Sumber: theblaze.com

Susah sih kalo harus milih salah satu. Keduanya bagaikan kolaborasi yang tak dapat dipisahkan. Saya kerja untuk kuliah dan saya kuliah untuk karir saya kedepannya. Tapi kadang-kadang saya harus dihadapkan pada pilihan antara harus kuliah dan tanggung jawab pekerjaan, seperti waktu harus skip UAS karena saya memutuskan untuk menuntaskan tanggung jawab kerjaan.

Negosiasi sama atasan adalah hal yang harus dicoba kalo misalnya kegiatan kampus sedang harus diprioritaskan. Di kerjaan sebelumnya maupun sekarang, Alhamdulillah masih bisa mengerti posisi saya sebagai karyawan yang kuliah.

Buat kamu yang ragu untuk kuliah sambil kerja, rasanya ga usah. Setiap sesuatu pasti ada suka dukanya, itu bagian dari proses.

Sumber thumbnail: og.rudderjob.co.uk

Read More

Kisah Koko yang Menjadi Imamnya Umat


Pindah kerja ke Jakarta, membuat saya mendapatkan pengalaman baru yang macem-macem. Mulai dari kerjaannya yang lebih non-teknis, dinamika kerja yang demikian cepat, hingga dituntut untuk bisa multi tasking mengerjakan beberapa project sekaligus. Hal berbeda yang saya rasakan, juga adalah mengenai orang-orang baru di sekeliling saya.

Jika di pekerjaan sebelumnya lebih didominasi oleh laki-laki, justru kini sebaliknya. Di sini, timnya lebih banyak perempuan, laki-lakinya hanya 4 orang, ditambah koh Yansen. Jika sebelumnya mayoritas berasal dari etnis Sunda, kini berasal dari banyak suku etnis di Indonesia, ada yang Jawa, Sunda dan Tionghoa. Jika sebelumnya setiap waktu shalat berjamaah selalu berbondong-bondong ke masjid, kini hanya beberapa orang saja. Di tempat ini, tercermin jelas bagaimana "Unity in Diversity" berjalan dengan baik.

Ini adalah kali pertama saya bekerjasama secara langsung dengan cici-cici cantik dan koko-koko inspiratif. Saya kaget! Saya menemukan beberapa konsep islam yang dijalankan oleh mereka, seperti berbagi dan bermanfaat untuk orang banyak. Saya malu! Mereka menjalankannya dengan berapi-api, dimana mungkin kebanyakan muslim masih belum sebegitu berapi-apinya dalam hal berbagai dan bermanfaat untuk orang lain.

Any way, ada juga 3 koko muslim yang tak kalah Inspiratif. Kenapa inspiratif? Karena mereka adalah mualaf yang menjalankan konsep Islam dengan berapi-api. Mereka mengkaji hadist dan menghalfal Al-Quran. Saya yang berojol udah Islam aja kagak punya hafalan, malu lagi kan?

Koko inspiratif tersebut adalah M. Syafii Antonio, Felix Siaw dan Koko Liem.

M. Syaffi Antonio
Sumber: Dokumentasi pribadi Pak Syafii




Awalnya saya kenal pak Syafii saat beliau menjadi narasumber di salah satu acara ekonomi syariah di Metro TV. Saya tertarik dengan topik-topik yang dibahas, karena belum pernah tahu mengenai apa itu ekonomi syariah and why I should care. Dampak dari nonton tuh acara TV, saya jadi buka rekening di bank syariah dan ga mau pake bank non-syariah. Meskipun pada akhirnya nyerah karena orang keuangan kantor selalu ga mau transfer gaji ke rekening saya, karena mereka pake bank non-syariah.

Saya semakin kenal pak Syafii saat beliau menjadi juri kompetisi dakwah. Dari situ saya tahu kalo dia juga bikin ensiklopedia  lengkap mengenai Rasulallah SAW. Pengen banget deh punya ensiklopedianya! Sayang harganya sangat eksklusif, makanya belum kesampean aja. Saat ada seminarnya di Bandung, saya juga sempatkan hadir untuk ketemu langsung dengan beliau.

Sebelum memutuskan masuk islam, pak Nio Cwan Chung (nama lahirnya) ini melakukan perbandingan agama melalui sejarah, alamiah dan nalar. Dia memilih Islam sebagai agama yang paling cocok untuknya. Menurutnya, ajaran Islam juga memiliki system nilai yang sangat lengkap dan komprehensif, meliputi system tatanan akidah, kepercayaan, dan tidak perlu perantara dalam beribadah. Dibanding agama lain, ibadah dalam islam diartikan secara universal. Artinya, semua yang dilakukan baik ritual, rumah tangga, ekonomi, sosial, maupun budaya, selama tidak menyimpang dan untuk meninggikan siar Allah, nilainya adalah ibadah.

Cek biografi lengkapnya di sini.


Felix Siauw
Sumber: Youtube

Saya sebetulnya ga terlalu ngikutin tausiyah nya, hanya saja saya semakin mengenalnya lewat buku-bukunya yang banyak bahas soal berhijab dan menikah muda. Ada satu bukunya yang pengen saya baca, yaitu soal Al-Fetih dan cerita penaklukan konstantinopel. Cek cerita masuk islamnya di sini.


Koko Liem
Sumber: Pikiran Rakyat Online



Koko yang satu ini selalu tampil dengan baju khasnya. Yang bikin saya suka sama tausiyahnya, karena menggabungkan dengan trik-trik a la ilusionis. Ya seperti kebanyakan cerita mualaf, koko ini juga sempet diusir dari rumahnya karena keluarganya ga setuju. Cerita masuk Islamnya Koko Liem bisa dicek di sini.

Dari setiap mereka, ada nilai bisa kita ambil. Terutama soal semangatnya mempelajari  konsep Islam. Mudah-mudahan mendorong kita (terutama saya) untuk terus haus akan ilmu.

Read More

Saturday, July 19, 2014

Membaca Adalah Berjihad!





Bacaan saya waktu kecil adalah majalah Bobo. Saya tidak pernah melewatkan bagian Bona Rong-rong, Nirmala dan kumpulan cerpen penuh mimpi. Ah indahnya!

Buat saya kala itu, majalah Bobo adalah barang yang mewah. Ibu saya bukan orang yang berpendidikan, sehingga membelikan majalah seperti itu tidak dijadikan prioritas dan malah dianggap sampah. Beruntung, saya punya teman dekat yang selalu langganan majalah Bobo. Jadi meskipun tidak beli, saya tidak pernah ketinggalan untuk baca. Karena tidak bisa membelinya, saya lebih menghargai kehadiran majalah tersebut dibanding teman saya. Saya yang justru paling bersemangat ketika setiap Kamis kedatang edisi baru.

Kebiasaan baca sejak kecil itu semakin ke sini semakin berkurang. Apalagi dengan berbagai kesibukan ekstrakulikuler dan organisasi di sekolah. Tapi kemudian ada satu hal yang menyadarkan saya kembali bahwa justru saya harus berusaha lebih banyak membaca lagi, itu berawal dari sebuah buku Be A Reader: Mendulang Aksara, Meraih Makna karya Antoni Ludfi Arifin. Saya temukan buku itu setahun yang lalu saat mencoba beli buku digital di Gramediana.


Budaya Membaca dan Kemunduran Umat
Setelah saya membaca buku Muhammad sebagai Pedagang, saya menjadi kembali tersadar mengenai betapa tertinggalnya umat ini. Saya yakin bahwa salah satu penyebab utama dari kemunduran ini adalah karena banyak dari kita mengabaikan pentingnya budaya membaca.

Isu ini sering saya angkat dalam berbagai kesempatan. Saat masih menjadi Google Student Ambassador, saya membuat kegiatan yang berhubungan dengan upaya peningkatan minat baca. Saya buat aktivitas sederhana dan seminar saat masih ngampus di Bandung. Bahkan saat harus presentasi di Philippines pun, saya sempet menyinggung isu ini.

Betapa tidak isu ini penting, UNESCO pada 2012 mencatat indeks minat baca di Indonesia baru mencapai 0,001. Artinya dalam setiap 1.000 orang, hanya ada satu orang yang punya minat membaca. Sedangkan UNDP merilis angka melek huruf orang dewasa Indonesia hanya 65,5 persen, sementara Malaysia saja sudah mencapai 86,4 persen. [1]

Sumber: Flickr/NUS Library







Budaya membaca yang tinggi diperlukan untuk bisa melahirkan kemajuan dibidang pengetahuan dan teknologi. Sejarah mencatat bagaimana kejayaan Islam dimasa lalu karena umat Islam dibangun dengan budaya baca yang sangat tinggi, sehingga dapat melahirkan ilmuwan-ilmuwan besar seperti Ibnu Syna, Ibnu Rusdy, Imam Ghazali, dan masih banyak lagi yang lainya. [2]

Hal ini adalah tanggung jawab kita bersama, tanggung jawab kita kelak ketika menjadi kepala keluarga untuk mengedukasi, membimbing dan membiasakan anggota keluarga untuk membaca, tanggung jawab pemerintah dalam memfasilitasi kebutuhan membaca masyarakatnya dan tanggung jawab terhadap diri sendiri untuk mengasah minat baca pribadi.

Membaca Adalah Jihad? 
Mari berdoa untuk Palestine. Sumber: danamotor.ir


Bukankan perintah iqro (membaca) adalah wahyu pertama yang diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW? Bukan hanya membaca Al-Quran, membaca buku pengetahun umum-pun perlu kita lakukan. Membaca harus menjadi bagian dari panggilan teologis dan menjadi bagian dari konsep Islam yang kita jalankan.

Bukankan dahulu masjid tidak hanya dijadikan tempat ibadah? Tapi juga menggali ilmu pengetahuan umum dengan disediakannya perpustakaan.

Jihad tidak hanya harus pergi ke Palestine, membaca juga adalah jihad. Jihad menuju umat yang lebih berwawasan dan berpengetahuan.

Mari kita sama-sama do'akan saudara-saudara kita di Palestine sana, mudah-mudahan konfliknya segera usai. Selain berdo'a, kita juga bisa menyumbang semampunya kita untuk saudara kita di sana. Jika masih belum yakin dan ragu untuk meyumbang, silahkan baca terlebih dahulu apa yang sebenarnya terjadi di Palestine dan tulisan kemana harus menyumbang. Insha Allah tulisan tersebut dari sumber terpercaya.


[1] Perpusnas: Minat Baca Masyarakat Indonesia Masih Rendah, Republika.co.id (2013)
[2] Kemunduran Umat Islam Karena Umatnya Malas Membaca, DuniaPerpustakaan.com (2013)

Sumber foto thumbnail: e.standard.net
Read More

Friday, July 18, 2014

Membawa Kejayaan Andalusia ke Andonesia









Andalusia adalah sebuah nama daerah di Spanyol dimana peradaban Islam pernah berkilau dan sangat maju selama 8 abad lamanya. Ilmu pengetahuan teknologi sangat berkembang pesat di sana dan melahirkan ilmuan seperti Ibnu Sina dalam bidang kedokteran, Ibnu Kaldun dalam bidang sosiologi dan Al-Farabi dalam bidang filsafat.

Kemakmuran peradaban tersebut, juga ditandai dengan damainya umat Muslim, Nasrani dan Yahudi hidup berdampingan di sana.

Ketertinggalan kini
Saya menjadi teringat kembali pelajaran sejarah mengenai islamic golden age, setelah membaca bagian pengantar buku Muhammad sebagai Pedagang karya Ippho Santosa yang beberapa minggu lalu saya beli di Gramedia.

Bagian pengantar itu menyajikan fakta yang menarik dan membuat saya kembali tersadar bahwa kini kejayaan Andalusia tinggal cerita peradaban yang menarik. Tak kalah menariknya ketika mengikuti perkembangan pusat peradaban sekarang.

Selama kurang lebih dalam kurun waktu 1000 tahun terakhir, dibanyak bidang seperti politik, budaya sain dan ekonomi, umat Muslim jauh tertinggal dibandingkan dengan umat yang lainnya. Tertinggal bukan main!

Hampir semua negara mayoritas Muslim yang maju disebabkan oleh sumber daya alamnya, seperti minyak, bukan disebabkan oleh sumber daya manusianya. Dari 56 negara mayoritas muslim, masing-masing memiliki rata-rata 10 universitas, yang berarti total lebih-kurang 600 universitas untuk 1,6 miliar penduduknya. Berbeda dengan India yang mempunyai 8.407 universitas dan Amerika Serikat yang punya 5.758 universitas.[1]

Dari 1,6 miliar umat Muslim di seluruh dunia, hanya menghasilkan 10 orang penerima nobel; 2 orang yang meraih Sastra, 1 orang yang meraih Kimia, 1 orang yang meraih Fisika, 6 orang yang meraih Perdamaian. Sedangkan bangsa Yahudi yang berjumlah hanya 13 juta di seluruh dunia, dapat menghasilkan 178 orang penerima hadiah nobel; 13 orang yang meraih Sastra, 30 orang yang meraih Kimia, 53 orang yang meraih Fisiologi atau Kedokteran, 49 orang yang meraih Fisika, 9 orang yang meraih Perdamaian, 24 orang yang meraih Ekonomi. [2]

Kondisi umat Muslim di Indonesia juga tak jauh berbeda dengan kondisi di atas, hingga kini masih banyak umat muslim yang termasuk kelompok yang marginal. Terutama di bidang ekonomi.


Masih adakah cahaya kebangkitan?
Cahaya itu ada. Sumber: thelegacyletters.com

Sebagai sebuah konsep, Islam adalah sistem yang universal yang mengatur segala aspek tatanan kehidupan umat manusia, baik yang berkenaan dengan akidah, ‘ubudiyah dan akhlak, maupun yang berkaitan dengan muamalah, sosial kemasyarakat, ekonomi, Iptek, pendidikan dan sebagainya.[3]

Sebagai bagian dari kemunduran ini, saya sadar bahwa saya jauh dari Islam. Saya berislam dan saya menjalankan rukunnya. Tapi mungkin belum kaffah, belum menyeluruh.

Tidak usahlah terlalu disibukkan dengan perbedaan antar sesama muslim, tidak usahlah kita menggungjing dan membenci umat lain. Ilmu adalah kunci untuk mengembalikan lagi kejayaan itu, saya harus turut menjadi bagian dari umat yang berilmu, Insha Allah.

Sudah adakah cahaya kebangkitan? Tentu saja. Saya turut bergembira dengan hadirnya banyak Muslim muda di Indonesia yang berkarya pada berbagai bidang. Seperti Pak Syafii Antonio, yang fokus di bidang ekonomi syariah dan Pak Habbiburrahman El-Shirazy di bidang sastra. Cahaya itu adalah hal yang harus diperjuangkan. Perjuangan ibarat mengembalikan kejayaan Andalusia di bumi Indonesia. Orang-orang Timur Tengah menyebut Indonesia dengan sebutan Andonesia. Selisih 3 huruf dengan Andalusia. Orang Timur Tengah percaya Indonesia adalah Andalusia masa depan. Amin.


[1] Bab pengantar Muhammad sebagai Pedagang, Ippho Santosa & Tim Khalifah
[2] Daftar Pemenang Hadiah Nobel Muslim VS Yahudi
[3] Indonesia, Islam dan Kebangkitan

Sumber foto thumbnail: Costamedi.com

Read More

Tuesday, July 15, 2014

Silicon Valley Series: Film Komedi, Untuk yang Geeky



Mulai dari akhir Juni hingga bulan ini, banyak banget peristiwa penting. Mulai dari pemilihan presiden, dimana gue gagal milih setelah modar mandir ke beberapa TPS di daerah menteng. Ada juga piala dunia, yang sebetulnya ga ngaruh banyak buat gue, ga pernah nonton juga. Yang paling penting buat gue sih, Google I/O. Yap!

Google I/O kali ini beda, karena ada 3 orang dari kantor yang menghadiri langsung kegiatannya di sana, dan gue jadi pembawa acara dadakan di Google I/O Extended Jakarta.

Sepulangnya koh Yansen, Mbak Putri dan mas Benny, banyak banget cerita yang dibawa dari Silicon Valley, lo bisa akses beberapa ceritanya mereka di Ziliun.

Meskipun perjalanan mereka di Silicon Valley sudah berminggu-minggu yang lalu, demamnya masih berasa di kantor. Hari Jumat kemarin di kantor, mas Benny bikin workshop Design Sprint. Malamnya abis buka puasa, kita nonton bareng Sillicon Valley series yang setiap hari Minggu malam diputer di HBO.

Pied Piper dan Kejenakaannya
Dilihat dari judulnya, yaitu Sillicon Valley. Tergambar jelas bahwa series ini menceritakan mengenai startup, dimana disanalah markas dari berbagai startup yang mendunia.

Series ini menceritakan Richard Hendriks, seorang programmer pemalu dan tertutup yang bekerja di sebuah perusahaan raksasa bernama Hooli, di dunia nyata perusahaan itu ibarat Google. Selain kerja, dia dan teman-temannya bikin startup di sebuah inkubasi yang dikelola oleh Erlich Bachman. Mereka juga semua tinggal di sana, jadi inkubasinya tuh kaya sekalian tempat kosan. Inkubasi di Indonesia kayanya belum banyak tuh yang kaya gitu.

Produk yang mereka kembangkan adalah sebuah music app yang mereka kasih nama Pied Piper. Susah banget dan aneh kan namanya?

Richard menunjukan appnya ke brogrammernya di Hooli. Sempet juga picthing ke Peter Gregory, salah satu investor terkenal di sana.

Suasana kantor khas startup dengan work board dan meja berantakan


Singkat cerita, CEOnya Hooli yaitu Gavin Belson dan Peter Gregory tertarik sama konsepnya Pied Piper. Terlebih pada algoritma kompresi data yang dimilik app tersebut, yang mereka yakinin sebagai terobosan baru dari algoritma kompersi yang sudah ada sekarang.

Akhirnya Pied Piper ditawar oleh Gavin seharga $10 million dengan sistem jual lepas. Di sisi lain, Peter Gregory juga nawar itu startup seharga $200,000 nilai investasi dengan 5% saham untuk Richard.

Setelah galau berkepanjangan, akhirnya Richard memilih tawaran $200,000 dengan berfikir bahwa dia akan terus menumbuhkan Pied Piper bersama-sama dengan kawannya. Tapi Gavin tidak tinggal diam, ternyata dengan penolakan dari Richard, dia dan timnya mengembangkan produk yang sama persis dan mencuri algoritma Pied Piper dari pre-release app yang pernah dikasihkan ke temennya sewaktu di Hooli.



Di akhir-akhir episode, persaingan raksasa Holli dan startup baru Pied Piper semakin panas. Apalagi dipertemukan di sebuah event yang sama dimana Holli merilis produk data kompresinya. Apa yang terjadi pada event itu? Dan bagaimana nasib mereka? Tonton sendiri ya. Biar penasaran kalo nonton. Simak deh trailernya, pasti lo jadi pengen nonton.

2 Pelajaran Tentang Manajemen
Ini adegan di episode terakhir, bukannya malah tegang, ini malah bahas mastrubasi. Tapi keren sih, dihubungkan dengan matematika gitu. 

Filmnya dikemas sangat konyol. Disetiap episode pasti pada ketawa. Pun begitu, ada nilai-nilai penting yang bisa diambil dari series ini. Apa sajakah itu?

Bikin Startup, Bukan Soal Produk

Mungkin banyak dari kita berfikir bahwa bikin produk bagus saja cukup untuk jadikan startup kita sukses. Tapi ternyata tidak! Pied Piper dengan terobosan algoritma data kompresinya yang begitu luar biasa saja, masih tetep banyak yang harus diurusin.

Bahkan Richard harus melewati beberapa episode dulu hingga dia benar-bener terlihat siap untuk menerima funding itu dan mulai menjalankan startupnya.

Jangan Sembarangan Hire Teman dan Keluarga

Di series ini, Richard diceritakan punya sohib yang juga sama-sama kerja di Hooli. Mendengar kalo Richard baru aja dapet investor, sohibnya yang sering dipanggil Bighead, secara tidak langsung ingin bergabung di startup tersebut. Richard menyambutnya dengan senang hati meskipun dia tahu kalo Bighead tidak terlalu dibutuhkan karena tidak ada job desc yang jelas.

Richard dan Bighead


Setelah berdiksusi panjang, akhirnya Bighead dikeluarkan demi menjaga struktur organisasi yang baik. Beruntungnya, Bighead akhirnya dihire oleh Hooli untuk project saingannya Pied Piper.

Terkadang kita mungkin galau dengan kondisi seperti itu, tapi kita harus profesional dan tegas untuk kebaikan organisasi kita juga.

Selain dua hal diatas, ada term baru yang saya tahu dari film ini. Yaitu, Scrum. Singkatnya, itu adalah sebuah metodologi dalam pengembangan software yang mendorong tiap individu dapat bekerja secara bersama-sama menuju tujuan yang sama.

Kalo dilihat dari cuplikannya mereka, mereka kaya bikin daily todo gitu di work board menggunkan post-it. Ketika kerjaannya udah selesai, post-itnya dipindahkan. Mereka kaya bekerja dengan modul yang dibagi-bagi, jadi tidak bekerja secara sequential dan tidak saling menunggu.

Di season satu ini, ada 8 episode. Waktu kemarin, kita langsung beresin semua episodenya. Nonton deh, seru, geeky, menghibur, juga sarat akan pelajaran penting. Apalagi buat lo yang mau bikin startup!
Read More

Monday, July 14, 2014

Sutisnamulyana.com: Alamat Baru, Semangat Baru?


Kira-kira dua tahun yang lalu, akhirnya kesampean punya domain pribadi. Nama domainnya lebay sih. Gue aja keheranan kenapa milih domain titiskaifa.me. Padahal sama sekali ga ngedefine gue. Domainnya mahal lagi!

Tahun ini, gue kelupaan untuk perpanjang itu domain.  Sampe akhirnya di override sama orang lain dan ga bisa gue perpanjang. Awalnya sedih sih, karena domain itu udah gue sebar kemana-mana. Setelah meresapi kesedihan #eahh berbulan-bulan, akhirnya gue memutuskan untuk beli domain baru, dan itu adalah... sutisnamulyana.com.

Domain yang baru ini, lebih ngedefine gue karena pake nama sendiri dan bukan nama alay. Udah tobat ye!

Ini domain sebetulnya udah dibeli beberapa bulan yang lalu, tapi masih belum dipake. Domain yang dulu, biasanya gue pake buat ngulik kalo lagi bikin sesuatu, kaya chrome extension atau tool kecil-kecilan. Tapi karena sekarang jarang ngulik, gue putuskan untuk pake domainnya buat ini blog.


Alamat Baru, Semangat Baru?
Mudah-mudahan lah, dengan domain yang lebih branded ini gue jadi lebih rajin lagi belajar menulis. Belajar mengikat ilmu dengan menuliskannya, dan mencurahkan lewat rangkaian paragraf.

Salah satu prestasi terbaik yang gue tulis di proposal hidup gue adalah menerbitkan buku, yang dapat memberikan inspirasi kepada banyak orang. Menulis blog secara tertatur adalah ikhtiar gue untuk mewujudkan hal tersebut. Mudah-mudahan istiqomah yah jamaah!

Btw, ini blog post pertama gue yang pake kata ganti orang pertamanya "gue", bukan "saya" yang biasa gue pake. Alasannya sih supaya ga terlalu serius, karena postnya juga kaga serius!


Ganti Domain di Blogger Cetek!
Gampang banget, tinggal ngisi domain baru di kolom diatas

Platform untuk blog yang gue pake adalah Blogger. Di blogger, kalo lo mau customize domain gampang banget. Tinggal masuk ke menu pengaturan, lalu tinggal masukan domain yang diinginkan. Tentu saja domain yang sudah lo punya.

Langkah selanjutnya adalah menambahkan CNAME pada pengaturan DNS di Cpanel domain lo. Abis itu tinggal nunggu maksimal 24 jam hingga domain lo mengarahkan ke blog yang dimaksud.

Hal penting yang harus diperhatikan saat melakukan perubahan url/domain di blogger adalah, akan hilangnya comment pada posting lo, jika comment system yang lo pake diintegrasikan dengan Google+. Alhasil, semua pujian dan cacian di post gue ilang semua dahh!

Tertarik untuk customize domainnya? Cek lengkapnya di sini deh.
Read More

Sunday, July 13, 2014

Muhammad sebagai Pedagang: Pelajaran, Teladan dan Kebaikan



Hari kamis (10/7) kemarin, saya dan beberapa teman-teman ex-Google Student Ambassador  (GSA) 2013 berkumpul untuk iftar bareng, ditraktri sama Om Oscar yang lagi ulang tahun. Meskipun tidak semua puasa, tapi ini dijadikan ajang silturahim buat kita yang udah jarang ketemu. Acara kumpul-kumpul kaya gitu jadi hal yang langka, karena kesibukan masing-masing.

Setelah acara iftar bareng, saya mampir ke Gramedia. Dari awal saya emang punya rencana untuk mampir ke Gramedia, untuk beli beberapa buku dari list want to read di akun Goodreads saya. Buku utama yang mau saya beli sebetulnya Untuk Indonesia yang Kuat: 100 Langkah Untuk Tidak Miskin, tapi karena ini buku lumayan lama (2011), alhasil Gramed udah ga punya stok. Akhirnya saya memutuskan untuk beli Everyone Can Lead, buku pertamanya Pak Hasnul Suhaimi, CEO XL Axiata. Dan buku Muhammad sebagai Pedagang, karyanya Ippho Santosa & Tim Khalifa.

Awalnya galau untuk beli Muhammad sebagai Pedagang, karena itu ga ada di list saya sebetulnya. Tapi judulnya begitu menarik dan sinposis bagian belakangnya juga ciamik. Saya juga penasaran ingin tahu lebih banyak soal role Rasulllah SAW ketika menjadi pedagang.

Well, ini pendapat saya soal buku Muhammad sebagai Pedagang, setelah menamatkan membacanya selama 1 jam.


Pengantar yang bikin penasaran!
Buku ini dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu pengantar, 9 bab utama dan penutup. Pengantar buku ini kasih saya beberapa data mengenai kemunduran Islam hari ini. Membuat saya merenungi kembali dengan apa yang sudah lakukan dan apa yang bisa saya kontribusikan kepada umat.

Tidak hanya soal kemunduran, pada bagian pengantar ini juga memberikan harapan dengan munculnya banyak cendikiawan muslim di Indonesia yang menyeruak ke permukaan, seperti Syafii Antonio dan Habiburrahman El-Shirazy. Membaca pengantar yang disuguhkan, membuat saya semakin penasaran untuk meneruskan membaca.


9 Pelajaran, Teladan dan Kebaikan

Di awal bab, buku ini bahas soal otak kanan, khas beberapa buku Ippho sebelumnya. Lengkap dengan berbagai analogi dan hadist Nabi. Well, sedikit klise sih, tapi penting untuk menjadi pengingat memulai sesuatu dari kanan, dari visi dan misi, dari niat dan dari gambaran besar.

Bab selanjutnya berjudul "Setiap Orang adalah Pemimpin". Dalam buku The 100, Michael Hart menobatkan Nabi Muhammad sebagai figur paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Penulis buku berpendapat bahwa hal itu karena Nabi menerapkan metode sintesis dan duplikasi.

Maksudnya sintesis ialah bahwa Nabi menempatkan dirinya sebagai generalis. Beliau pernah menjadi penggembala, menjadi entrepreneur, pernah menjadi orang miskin dan pernah menjadi orang kaya. Pernah menjadi orang biasa, pernah pula menjadi nabi. Pernah menjadi panglima perang, pernah pula menjadi kepala negara.

Dua bab selanjutnya, lebih dalam membahas Nabi sebagai pedagang. Bagaimana beliau memulai berdagang sejak kecil dan kesuksesannya di usia yang muda. Buku ini juga menekankan bahwa nabi, istrinya, dan para sahabatnya adalah pribadi yang kaya secara materi. Ini mematahkan pemahaman negatif soal berkelimpahan harta.

Kejujuran adalah nilai yang harus diangkat setinggi-tingginya, terutama dalam berdagang. Bab selanjutnya mencoba menggambarkan bagaimana Nabi, yang dijuluki sebagai Al-Amin (terpercaya) sukses berbisnis hingga ke berbagai negara. Di beberapa bagian buku ini juga memaparkan case study kekinian soal membangun kepercayaan untuk sebuah usaha.


Buku Marketing yang Memarketingkan
Di akhir bagian buku ini, lebih banyak berbicara mengenai teori marketing yang dikorelasikan dengan nilai-nilai Islam dan teladan Rasul. Pintarnya, di buku ini banyak sekali disisipi dengan promosi buku Ippho Santosa sebelumnya seperti buku jadul Marketing with Love dan buku andalan 7 Keajaiban Rezeki.

Harganya agak sedikit mahal sih untuk buku 100 halaman. Buku ini juga disertai Compact Disc. Awalnya saya ga kepikiran kalo isinya adalah lagu-lagu religi dari group musik Andalus (masih punyanya Ippho). Not bad lah lagu-lagunya, saya suka lagu yang judulnya sama dengan judul buku ini.


Kesimpulan
Secara keseluruhan, sebetulnya tidak terlalu sesuai dengan ekspektasi saya. Saya berharap dapat hal baru yang komprehensif sekali mengenai role Rasul sebagai pedagang, tapi ternyata dibahas kurang begitu mendalam. Wajar sih karena bukunya emang tipis!

Tidak begitu banyak nilai-nilai baru yang saya dapatkan. Tapi ini cukup menjadi pengingat untuk banyak hal. Selain banyak hadist yang disisipkan, dibeberapa bab juga dilengkapi dengan kutipan tokoh modern, membuat pesan yang ingin disampaikan menjadi lebih kuat.

Menurut saya, penutupnya kurang klimaks. Terkesan buru-buru! Isinya hanya berupa list tips-tips yang biasanya diseminarkan oleh Ippho.

Buku ini cocok buat kamu yang ingin tahu soal Nabi Muhammad ketika berdagang dengan bahasan yang ringkas dan bahasa yang ringan.

Sumber foto sampul: bijakniaga.files.wordpress.com
Read More

Wednesday, July 9, 2014

GAFE Training: Ketika Pekerjaan dan Kuliah Sama Pentingnya!






Menjelang puasa, kerjaan di kantor ga terlalu dikejar-kejar karena memang belum ada project yang mendesak. Persiapan event yang terakhir dikerjain cuma Google I/O Extended, dimana selain ikut persiapannya, juga dapet kesempatan jadi MC amatiran di event itu.

Ga dikejar-kejar bukan berarti ga ada kerjaan, saya punya tanggung jawab baru untuk gabung di tim Kibar yang ngurusin Google Apps for Education (GAFE). Nah kebetulan ada project training untuk Google Student Ambassador (GSA), saya ikut ngurusin mulai dari penjadwalan, tiket dan segala macam logistiknya. Ini hal yang baru lagi sih buat saya, terlebih saya juga dikasih kesempatan untuk menjadi trainer di sesi praktik Google Apps untuk manajemen sebuah event.

Well, kalo soal manajemen event, ilmu saya masih dangkal. Pengalaman saya organize event beneran, baru enam bulanan terakhir aja. Tapi karena ini ngebahas Google Appsnya, jadi saya ga terlalu khawatir karena sehari-hari saya emang pake Google Apps di kantor.


Education Go Digital
Kurang lebih sejak tahun 2012, Google melakukan ekspansi untuk program Education Go Digital. Sebuah program untuk membantu institusi pendidikan di Indonesia untuk go digital. Salah satu upaya dari program ini adalah dengan memberikan free service Google Apps for Education kepada institusi pendidikan.

Google Apps terdiri dari beberapa apps untuk komunikasi dan kolaborasi, seperti Gmail dan Google Drive. Yang ngelead program ini adalah Mbak Pepita Gunawan dan Kibar adalah salah satu partnernya Google untuk program ini.

Mbak Pepita lagi ngejelasin program Education Go Digital (EGD)

Salah satu peran GSA adalah memperkenalkan GAFE di kampusnya, dengan tujuan supaya kampus yang belum mengadaptasi bisa segera dan kalo yang sudah untuk ditingkatkan penggunaannya. Kan sayang kalo sudah dikasih banyak free account tapi malah ga dipake sama kampusnya. Nah maka dari itu, training kaya gini penting buat GSA.

Sayangnya tahun lalu ga ada kesempatan kaya gini untuk GSA. Padahal tahun  2012, training semacam ini ada. Beruntung banget deh GSA yang sekarang. Summitnya di luar negeri, dapet training bermanfaat pula dan yang di luar kota ongkosnya dibayarin!


Google Apps for Event Management
Lagi khusu mencoba Google Apps for Edcation


Yang jadi peserta training dua hari di kantor Google Indonesia ini, adalah GSA yang datang dari berbagai kota. Dan mereka nginepnya di Kibar, tiba-tiba kantor berubah seperti tempat pengungsian bencana. Hehe

Kegiatan hari pertama dibuka oleh Mbak Pepita, untuk menjelaskan mengenai program EGD, lalu dilanjutkan presentasi mengenai Event Management oleh koh Yansen dan setelah itu baru sesi saya untuk menjelaskan lebih detail mengenai pemanfaatan Google Apps untuk manajemen event.

Kebanyakan dari mereka sih ga terlalu blank soal Google Apps, secara pas Summit di Cebu, Philippines mereka juga diajarkan soal itu. Pun begitu, saya tetap berhasil ngasih beberapa tips dan trik baru yang bermanfaat untuk mereka. Rasanya tuh gimana gitu, kalo liat peserta trainingnya dari awalnya ga tau jadi tau!




Di hari kedua, yang ngasih training adalah timnya AKLTG yang berpengalaman banget soal training-trainingan. Cocok banget, karena bahasan dihari kedua lebih banyak berbicara soal soft skill seperti komunikasi dan presentasi.

Di akhir sesi hari pertama dan kedua, ada presentasi untuk peserta. Presentasi mereka di hari kedua lebih seru karena mereka sudah belajar bagaimana berpresentasi yang baik. Saya memperhatikan training kedua ini dari awal sampai akhir dengan mengantongi berbagai hal, yang juga baru menurut saya.


Ketika Pekerjaan dan Kuliah Sama Pentingnya!
Kegiatan di hari ke satu direncanakan bakal selesai sekitaran jam 4. Tapi karena ngaret pada beberapa sesi, akhirnya kegiatan harus selesai sekitaran jam 6. Padahal hari itu, saya ada UAS presentasi dan teori. Awalnya saya berencana pamit saja jam 4 dan menginggalkan kegiatan, lagian saya sudah minta izin di hari sebelumnya.

Pas berencana untuk pamit, hati ini galau #eahhh. Antara harus pergi untuk UAS atau tetep menemani peserta hingga tuntas seluruh kegiatan. Alhasil saya memilih untuk tetap di kantor Google hingga kegiatan selesai. Saya skip presentasi yang nilanya ga bisa nego, ya kecuali di her. Untungnya masih kebagian ujian teori matakuliah kedua, meskipun harus lari-lari dulu dari kantor ke kampus (ga lari beneran, pake ojek ko).

Beberapa bulan sebelumnya, saya menjadi peserta training di ruangan yang sama. Kali ini saya menjadi salah satu trainernya. Saya bersyukur atas kesempatan yang saya dapatkan. Saya belum bisa menjadi trainer yang baik, tapi at least saya sudah berani mencoba kan?

Jika suatu saat saya berada di puncak, saya akan melakukan hal yang sama. Yaitu memberikan berbagai kesempatan kepada pemuda untuk berkarya dan melakukan tanggung jawab besar. Seperti yang sudah saya alami sekarang.
Read More
Designed By Seo Blogger Templates